Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas
telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan
upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan
keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas,
seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang
semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat
politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap,
setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah
usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian
terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang
berkuasa.
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa
lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah
dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi
perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka
mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh
Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua
dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah,
menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara
lain disebabkan:
1. Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari
jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah
Amawiyah. Gerakan ini menghimpun
a) Keturunan
Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan
Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
B.
Khalifah Dinasti Abbasiyyah
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan.
Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan
mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah
ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/
750-754 M.
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah
menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah
(750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far
al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah
mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah
dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan
corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun
daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani
Buwaihi, dan Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani
Abbasiyah ialah sebagai berikut.
A. Bani
Abas (750-932 M )
1) Khalifah
Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2) Khalifah
Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3) Khalifah
Al-Mahdi (775-785 M)
4) Khalifah
Al Hadi (775-776 M)
5) Khalifah
Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6) Khalifah
Al-Amin (809-813 M)
7) Khalifah
Al-Makmun (813-633 M)
8) Khalifdah
Al-Mu’tasim (833-842 M)
9) Khalifah
Al-Wasiq ( 842-847 M)
10) Khalifah Al-Mutawakkil
(847-861 M)
B. Bani
Buwaihi (932-1075 M)
1) Khalifah
Al-Kahir (932-934 M)
2) Khalifah
Ar-Radi (934-940 M
3) Khalifah
Al-Mustaqi (943-944 M)
4) Khalifah
Al-Muktakfi (944-946 M)
5) Khalifal
Al-Mufi (946-974 M)
C. Bani
Seljuk
1) Khalifah
Al-Muktadi (1075-1048 M)
2) Khalifah
Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3) Khalifah
Al-Mustasid (1118-1135 M)
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah
adalah sebagai berikut :
a. Periode
Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana diketahui Daulah
Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah
Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia
tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya,
yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang
merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti
Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau
dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh
Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga
Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan
pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun
Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian,
terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
b. Periode
Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M
untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah
dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada
masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal
dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam
periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan
Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan
kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan
yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua,
profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat
tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat
besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa
pengiriman pajak kebaghdad.
c. Periode
Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah
kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan
Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani
Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai
pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah
membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan
Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah
al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat
pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin
Buwaihi.
d. Periode
Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan
Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk
melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah
membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali
setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
e. Periode
Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam
periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah
kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di
Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan
kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan
Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.
C. Masa
Kejayaan Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya
tentu memiliki perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan
yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi
kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan
“The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh
Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan
yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah
Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga,
ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku
legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya,
periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan
pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada
masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki
jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi
sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para
khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk
mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan
penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan
yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai.
Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada
dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat
tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama
disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat
bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para
gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan
wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati
perintah khlifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima
kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima
tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1) Diwan al-jund
(war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan
al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5)
Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada
penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board).
(7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan
al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown
Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board
of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode
Abbasiyah, antara lain, Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi
disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya
sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling utama adalah menjamin dan
memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara itu, polisi biasa
ada dibawah kendali muhtasib.
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki
tugas masing-masing dalam pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan
yang sangat penting.
Demi kelancaran admiinistrasi wilayah
kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang dapat disebut
provinsi dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang
melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang
mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya,
pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah
pusat.
2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan
Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan
persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka
tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi.
Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri
sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan
antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan
budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak
perempuan yang dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab
mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang
semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.
3. Kegiatan
ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan
identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu
pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini
bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur
dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan
dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai
puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan
Dunia Islam sel\lu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of
education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan
teknologi diarahkan kedalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan
daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke
Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam
bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada
waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan
filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo,
al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat
menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya
Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari
cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada
mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn
Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya.
Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu
pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping
sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah
sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah
adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada
manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal
Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih
menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan
dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan
selanjutnya dikembangkan melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui
pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya seperti Seville, Cordova,
al-Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa
awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat
mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang
banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena
permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang,
oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya
ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti
kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah
dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan
umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala
bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa
Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an
dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu
bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan
ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.
4. Peran
Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah
mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar
melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui
penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam
mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing,
seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah
dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa,
pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal
di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan
kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II
menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah
di Baghdadsebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang,
perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah
Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat
Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum
muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan),
dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis
yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai
pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab
dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu
memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri.
Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi
dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri
secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun
rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar .
Pada mulanya, para lama memelihara dan
mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur.
Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak
buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara
sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya
4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih
yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan
tiada bandingannya di dunia Islam.
D. Fakto Penyebab
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat
sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka
pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar
sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan,
Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas
Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada
periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu
dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah,
diantaranya, sebagai berikut.
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya
meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan
perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia.
Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan
dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di
samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu,
menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada
masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya
banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun
dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya
wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari
didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah,
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan
yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana
dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap
pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun
adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara,
istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran
dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup
dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang
berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas
penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali,
Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin
lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut
perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada
pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada
tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para
Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi
Islam, yaitu jihad.
Dalm buku yang ditulis Abu Su’ud, disebutkan
faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara
lain :
Ø adanya
persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah
Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki
Ø terjadinya
perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang
berkembang menjadi pertumpahan darah.
Ø munculnya
dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan.
Ø akhirnya
terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga
faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total.
Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat
Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang
didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak
cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan
sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap
Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat
kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi mereka
di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah
perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh
Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan
Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos
dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa
dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa
kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan
Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani
ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, maka hilanglah Khalifah
Abbasiyah untuk selamnya.
Sedangkan faktor ekstern yang terjadi adalah
· berlangsungnya
Perang Salib yang berkepanjangan.
· pasukan
Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua
pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
Kesimpulan
Setelah kita menguraikan masalah mengenai
Dinasti Abbasiyah maka dapatlah kita mengambil suatu kesimpulan yaitu :
1. Dinasti
Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
2. Pada
masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam
bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Kemunduran
Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor yaitu faktor internal dan
eksternal.
0 komentar:
Posting Komentar